Pemberontakan DI/TII terjadi di Jawa Barat, Ace,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Untuk memahami tentang
gerakan dan pemberontakan DI/TII pelajari uraian berikut ini!
1 Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Gerakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh
Sekarmaji marijan Kartosuwiryo. Munculnya gerakan Di/TII di Jawa Barat dipicu
oleh penandatanganan Perundingan Renville. Kartosuwiryo kemudian membentuk
gerakan Darul Islam (DI) dengan didukung Tentara Islam Indonesia
(TII).Selanjutnya gerakan itu disebut dengan DI/TII. DI/TII bertujuan
mendirikan Negara berdasarkan agama Islam dan lepas dari NKRI. Operasi militer
untuk menumpas Di/TII dimulai pada tanggal 27 Agustus 1949. Dalam operasi
melawan DI/TII, TNI menggunakan Operasi pagar betis dan Operasi Barathayuda.
Pada tanggal 4 Juni 1962 Kartosuwiryo berhasil ditangkap di hutan Gunung Geber,
Majalaya, Tasikmalaya. Dengan tertangkapnya kartosuwiryo maka DI/TII di Jawa
Barat berhasil dihancurkan.
2 Gerakan DI/TII di Aceh
Setelah Indonesia kembali ke bentuk Negara
kesatuan, pemerintah melakukan penyederhaan administrasi pemerintahan. Hal itu berakibat
beberapa daerah mengalami perubahan status. Salah satunya Aceh. Perubahan
status Aceh telah mengecewakan beberapa piha, terutama DAud Beureuch. Ia adalah
seorang tokoh Aceh yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Militer Daerah
istimewa Aceh. Ia menolak keputusan pemerintahan tersebut. Pada tanggal 21
September 1953, Daud Beureuch mengeluarkan maklumat yang isinya berupa
pernyataan bahwa Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia (NII). Daud
Beureuch dengan pasukannya yang disebut Tentara Islam Indonesia ( TII) segera
melakukan gerakan. Pemerintah kemudian mengirm pasukan untuk menghadapi
gerombolan DI/TII di Aceh tersebut. Pada
tanggal 21 Desember 1962 tercapailah Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh.
3 DI/TII di Jawa Tengah
Di darah Tegal dan Brebes timbul gerakan Mejelis
Islam dipimpin oleh Amir Fatah. Pemerintah membentuk pasukan Banteng Raiders
untuk mengatasi pemberontakan DI/TII.
Pada tahun 1954, gerombolan DI/TII di Jawa Tengah dapat ditumpas
4
DI/TII di Sulawesi Selatan
Pemberontakan
DI/TII di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar. Kahar
Muzakar adalah seorang pejuang kemerdekaanyang selama Perang Kemerdekaan ikut
berjuang di Pulau Jawa. Setelah Proklamasi kemerdekaan Kahar Muzakar kembali ke
Sulawesi Selatan. Ia berhasil menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya di
Sulawesi Selatan. Laskar-laskar itu bergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi
Selatan (KGSS). Pada tanggal 30 April 1950, Kahar Muzakar mengirim surat
kepada pemerintah dan pimpinan APRIS. Ia meminta agar semua anggota KGSS
dimasukkan dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Permintaan itu ditolak
karena hanya mereka yang lulus dalam penyaringan saja yang dapat diterima dalam
APRIS. Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk menyalurkan bekas gerilyawan ke
dalam Korps Cadangan Nasional. Kahar Muzakar sendiri diberi pangkat Letnan
Kolonel. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan pemerintah tampaknya akan membawa
hasil. Akan tetapi, pada saat akan dilantik, Kahar Muzakar bersama anak buahnya
melarikan diri ke hutan dengan membawa berbagai peralatan yang diberikan.
Peristiwa Januari 1952, Kahar Muzakar menyatakan daerah Sulawesi Selatan
sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia di bawah pimpinan Kartosuwirjo.
Pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas dan mulai melancarkan
operasi militer. Operasi penumpasan pemberontakan Kahar Muzakar memakan waktu
yang lama. Pada bulan
Februari 1965, Kahar
Muzakar tewas dalam suatu penyerbuan. Bulan Juli 1965, Gerungan (orang
kedua setelah Kahar Muzakar) dapat ditangkap. Dengan demikian, berakhirlah
pemberontakan DI/TII.
DI/TII di Kalimantan Selatan
Pemberontakan
DI/TII di Kalimantan Selatan dikobarkan Ibnu Hadjar, seorang bekas
Letnan Dua TNI. Ia memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai bagian dari
DI/TII Kartosuwiryo. Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat yang
Tertindas, Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di
Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan pengacauan pada bulan Oktober
1950. Pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan
pemberontakannya secara baik-baik. Ia pernah menyerahkan diri dengan
pasukannya. Ia diterima kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia.
Namun ia melarikan diri dan melanjutkan pemberontakan. Pemerintah RI akhirnya
mengambil tindakan. Pada akhir tahun 1959, pasukan gerombolan Ibnu Hadjar dapat
dimusnahkan. Ibnu Hadjar sendiri dapat ditangkap.
0 komentar:
Posting Komentar